Kamis, 28 April 2011

main lari lari

Saya mau menulis soal berlari. Hal yang belakangan ini saya coba hindari. Kenapa begitu? Karena saya takut mengakui bahwa saya, selama beberapa bulan belakangan ini, sangat sibuk berlari.
Namun, bukan lari ke depan dan mencari jalan keluar, saya justru sedang suka lari dari masalah. Sebagai manusia normal, saya lebih suka berita baik daripada berita buruk. Wajar. Saya selalu memilih untuk melihat berita baik, mencari berita baik, membuat berita baik. Dan untuk berita buruk, saya coba hindari, tutup dalam dalam, dan kalaupun ada, lari sejauh-jauhnya.
Dan karena saya percaya bahwa hidup adalah taking choices and dealing with consequences, pilihan berlari selalu menjadi opsi utama. Saya sebelumnya adalah orang yang sangat naïve dan percaya bahwa all things are turned into goodness eventually. Saya tidak berlari. Saya mendapat pencerahan, mendapat cara lain selain berlari. Sekarang, berlari adalahpencerahan dan cara lain saya. Kinda stuck, I guess.
Saya sedang lari dari beberapa masalah, dan beberapa calon masalah. Saya tidak memikirkan konsekuensi. Saya terus saja lari, dengan banyak dalih. Dan saya membenarkan aksi saya. Sampai sekarang. Tameng terbesar saya adalah perasaan takut disakiti lagi. Oleh siapapun itu. Banyak hal yang telah terjadai dan menjadikan saya sebagai orang yang sulit percaya, sulit menerima, dan merasa pesimis terhadap semua hal.
Saya berlari, dan konsekuensi terbesarnya adalah banyak hal yang sedang diam di tempat dan menikmati waktunya, and I don’t give a damn about that. Dan sekararng, yang saya rasakan adalah hidup dengan merasa sendiri. Di manapun berada. Makanya, sekarang saya tidak asing lagi untuk bepergian sendirian, untuk duduk sendiri, melamun dan bernyanyi, dan banyak hal lain. Dulu, teman adalah pelarian saya. Dan beberapa hal menyenangkan lain. Dan karena saya terlalu sibuk berlari, maka saya tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka. Ketika saya kembali, semua hal sudah berubah.
Beberapa orang yang adalah orang terbaik saya mulai tidak saya kenali. Mereka bertemu dan menjadi dekat dengan orang baru, membuat kisah lain, dan berjalan tenang, menikmati waktu. And I am a total stranger. Saya menyalahkan diri saya sendiri akan hal itu. Menyalahkan kenaifan saya. Menyalahkan keadaan, hahahaha. Konyol sekali.
Tapi lalu saya sadar, ini bagian dari hidup yang harus saya lalui karena ini adalah konsekuensi. Ini sesuatu yang saya pegang erat-erat. Dan saya nggak boleh terlalu lama menyalahkan diri saya sendiri, karena saya sudah berjanji pada diri saya sendiri (yang omong-omong adalah orang terpercaya saya) bahwa saya akan berjalan dengan cara saya sendiri. Amin.
Solo, 26 April 2011, 13.32

Tidak ada komentar:

Posting Komentar